Kenapa Long Run Terus?

Rendi Widodo
3 min readFeb 19, 2024
abis enak sih

Layaknya pribadi introvert, ekstrovert, atau ambivert. Di dalam dunia minat pada hobi riding motor, antum sekalian juga akan memiliki salah satu kepribadian riding. Jarak pendek, jarak jauh, ataupun keduanya.

Terlepas dari tidak adanya penjelasan ilmiah soal kelompok-kelompok karakter riding ini, saya sendiri pun mengelompokkannya berdasarkan perjalan sepanjang hayat silih berganti kawan riding.

Dalam sebuah kelompok, antum sekalian pasti akan menemukan orang-orang yang timbul hanya di saat ada rencana riding jarak jauh (long run). Sebaliknya, ada juga orang-orang yang hanya akan menaruh badan pada riding-riding jarak pendek. Terakhir, ada yang tak punya preferensi, mau jarak pendek atau jauh, mereka akan ikut saja.

Nah, dari tiga kategori ini, yang paling sering (sepengalaman saya) dikeluhkan adalah para penggemar jarak jauh. Sebelum membahas lebih jauh keluhan ini, berikut saya coba deskripsikan seperti apa kategori long runner ini.

Long runner is

Rider penggemar jarak jauh cenderung ada di level kronis dalam meminati sensasi berkendara. Mereka ini umumnya tak terlalu peduli dengan destinasi, karena kunci kenikmatan dari sebuah riding menurut mereka adalah proses perjalanan itu sendiri.

Walau sering dianggap sebagai rider yang cukup mature, pada kenyataannya, sisi emosional long runner sama dengan rider manapun. Sisi ini tidak berkaitan sama sekali dengan hobinya menabahkan diri selama perjalanan jauh, karena emosional seseorang cenderung berangkat dari watak yang terbentuk sejak kecil.

Alhasil, bukan tanpa masalah, banyak long runner yang bahkan bisa dengan mudah hilang mood di tengah jalan, cranky saat kecapean, hingga agresif pada pengendara lain di saat kesal.

Hanya saja, dengan bekal pengalaman jarak jauhnya, long runner jadi lebih terbiasa untuk cepat sembuh. Dalam artian, di saat mood mereka berantakan, mereka cenderung tahu harus berbuat apa untuk memperbaiki situasinya.

Long runner pun terbilang independen. Di saat mereka merencanakan sebuah trip, mereka tidak dependant pada ada atau tidaknya sahabat mereka yang akan ikut. Mereka mau riding karena mereka mau, bukan karena dengan siapa, ke mana, semalam berbuat apa.

Berangkat dari karakter mereka yang sebenarnya tidak membutuhkan komunitas, ini akhirnya dikeluhkan lingkungan mereka, terkhusus jika mereka terhubung dengan kelompok riding yang heterogen.

Satu-satunya kategori yang akan mengeluhkan kebiasaan seorang long runner hanyalah para rider jarak pendek yang akan saya namakan shorty di sini.

Shorty cenderung gelisah jika long runner sudah memiliki rencana riding. Pasalnya, mereka kepikiran dengan “duh kalo jauh males bat dah, pasti ga bisa eug”.

Preferensi shorty dan long runner ini yang akhirnya sering membuat mereka tidak banyak menghabiskan waktu bersama. Sekalipun shorty dan long runner sudah ada di dalam satu wadah bertahun-tahun, dua kategori ini biasanya menjadi yang paling tidak saling mengenal.

Namun, bukan berarti shorty tak bisa riding jarak jauh. Seorang shorty memiliki banyak pertimbangan kenapa mereka tidak tertarik dengan riding jarak jauh. Mulai dari memahami batas diri, pembatasan dari lingkungan, atau tidak tersedianya waktu.

Pada akhirnya dua kategori ini tidak ada yang lebih baik antara satu sama lain. Dalam postingan ini saya hanya ingin membagikan sudut pandang saya sebagai pengendara. Bisa jadi hanya empiris untuk saya, tapi cocoklogi untuk siapa saja.

Nah, pertanyaannya kenapa sih long run terus? Gimana kalo kita balik pertanyaannya, kenapa sih short trip terus?

--

--

Rendi Widodo

Mesin bicara yang berharap manusia mulai berhenti berkembang biak